bisa katakan suka pada kamu pada kamu pun ku tak harus paksa paksa jawab keinginanku keinginanku yang sebatas perasaan perasaan yang tak bisa kuwakilkan kuwakilkan pada sekuntum bunga atau mawar indah sekuntum bunga atau mawar indah itu belumlah cukup belumlah cukup untuk memuat segenap rasa segenap rasa yang terpendam terpendam di dalam qalbu qalbu yang di dalamnya ada: ... !
D ia yang kini terasa begitu berbeda U rung kulepas genggam sebelum sempurna A aaaakhhh, sisi kesederhanaanku lepas kendali
P adahal pernah dia teriak lantang U ntuk hadirkan bahagianya hanya untukku L ambat laun kini teratur mundur dan nyaris terlewatkan U ntuknya bukan kutak bersambut H anya saja tidak terkomunikasi baik (jaimku-jaimnya)
E engkau kini hanya bisa kusandarkan kemuning N iat baik adalah utama kulontarkan A ku dan kamu perlu banyak bertasbih M eyakinkanmu dan meyakinkanku!
erotisme itu begitu syahdu kelihatannya karena padanya ada tasbihan makna sebegitu dalamnya ingin beri ketegasan dan kita butuh itu ingin sampaikan keluhan dan kamu ingin itu ingin suarakan introspeksi dan aku sangat suka itu.
semakin keras alunan itu semakin dalam karakternya menyeru deras respon tubuhkupun ikut berdendang menikmatinya
kalau ini cerita hati ceritanya sudah cukup lumrah jika ini kisah cinta ceritanya mungkin biasa tapi ini hanya lenong sederhana di pijakan asas sederhana terima kasih sederhana
yang tersisa adalah eksotis dan eksotis itu romantis! tapi romantis bukan hanya pada yang eksotis karena romantis itu masih ada banyak
kata kususun singkat pd dinding postinganmu maksud hati hanya mengisi kesendirianku namun berbalik alihkan perhatianku pada beberapa akun yg muat cahayamu membawaku pada tegur sapa yg begitu akrab
ya... proses itu sebenarnya singkat tapi implikasinya padat sisakan moment abadi di proses sejarah sang nagabhoenar
sungkan awalnya ciptakan kebahagiaan lanjutannya hadirkan kemanjaan lahirkan tawa menuju euforia anak muda entah apa itu namanya karena seolah susunan kata ungkapkan rasa tak lagi dibutuhkan begitu dekat begitu nyata!
hingga pada akhirnya: di konsep tautan hati yang seharusnya tak melawan takdir, ada tersimpan sikap saling menghargai yg belokkan semuanya!
menujumu cahaya benteng kebaikan; cukup dimaknai dengan cerita singkat (abadi)
karena sulit kulupakan: senyum yg menurutmu tak kulihat catut jemariku yg tak lagi kau maknai sakit dan makna tunduk yg misterius itu! dan semua tentang dirimu... yang tersisa hanyalah rasa yg tertahan sempurna!
sudahlah....! maafku kutahu tak cukup redakan kegundahannmu!
terakhir: yang sebenarnya tak perlu kau tahu: di sini dit4 yg berbeda, ku menanti di keadaan tak boleh menunggu! reinkarnasi cahaya benteng kebaikanku! entah!
coba dibincang menyoal wanita pada dedikasi hidup fatamorgana penuh prahara hadirkan angan hitam dan putih dengan lelaki bergetar pula ingin dimengerti katanya begitu khawatirkan selalu pertambahan usianya pada air matanya dia mengadu tak akan pernah habis kisahnya karena Ibu juga wanita punyai surga di kakinya!
dibincang juga soal lelaki tanggung jawab nakhoda dibebankan padanya mau tak mau mesti peduli urung keluh meski dengan wanita mata tak lepas menunggu bosan sentak tergetar meledak-ledak bahkan berontak dalam sempak ekspresi kedirian yang beragam jika diukur karena dompetnya ada juga yang santun, sholeh sampai sok alim tak percuma ritual jumat disematkan padanya
dibincang pula tentang laki-puan tak jarang ada sandiwara di sana bahkan sisakan luka, air mata, dendam juga bahagia kali ini hati bicara lantang... setia sampai akhir kebutuhannya! menuju sakinah, mawaddah wa rahmah! meski tak ada yang tahu cerita berujung apa, kapan, bagaimana, dimana, mengapa! karena teka-teki esok hari mungkin temaram mungkin benderang.
Abu Muslim Ibnu Malik aL-Bugisy Makassar, 28 Agustus 2009
enam daun jendela kubiarkan menganga untuk hadirkan sejuk di sendiriku tidak ada yang melihatku buka bajuku tidak pula ada yang harus menutup matanya tidak perlu ada yang mengusik diriku tidak juga ada yang mengusik dirimu senyap yang begini ini aku suka
enam daun jendela kubiarkan menganga agar suntuk di libur lebaranku sedikit menjauh tidak ada bising ribut yang harus buyarkan konsentrasiku tidak pula kubenci makhluk ilalang yang sedang berdendang ria damai seperti ini yang aku suka
Selaras dengan tendensi rasionalitas nilai Al Quran, ada potensi luar biasa yang terkandung dalam kemukjizatan Al-Qur’an yang menunjukkan kitidakberdayaan zaman untuk menggugurkan apapun darinya. Hanya Al-Qur’anlah satu-satunya kitab yang memuat secara kompleks berbagai masalah alam, baik secara empiris maupun sosial. Al-Qur’an sendiri banyak memuat pemaparan-pemaparan ilmiah dan historis. Al-Qur’an yang diturunkan Allah Swt melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw juga mengandung tuntunan bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Dan di antara muatan positif yang tidak kalah pentingnya adalah runutan dari berbagai kisah-kisah yang terkandung dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan muatan-muatan hikmah serta pelajaran bagi para generasipenerus Islam.
Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah orang-orang terdahulu dari para nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang mukmin dan kisah orang-orang kafir. Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah dan menjelaskan hikmah dari kisah-kisah itu untuk diambil manfaat dan pelajaran hidup agar dapat memudahkan kita untuk memahaminya dan berinteraksi dengannya.[1]
Dalam sebuah kisah atau peristiwa terkadang mengandung nilai seni dan pesan moral yang akan membuat orang tertarik untuk membacanya serta mencoba menggali nilai dari peristiwa itu. Semakin dalam makna yang terkandung dalam sebuah kisah, maka semakin kuat naluri kita untuk memahami dan mengambil hikmah di dalamnya sehingga jika dalam pengisahan tersebut terdapat nilai positif yang dominan, maka semakin kita terinspirasi untuk mengeksplorasi sikap dan tingkah laku keseharian kita sedapat mungkin tidak bertentangan dengan nilai positif yang terkandung di dalamnya. Juga menyangkut pengambilan kebijakan-kebijakan hidup, adalah sangat mungkin untuk menyandarkannya pada peristiwa yang telah dibaca dan dipahami untuk selanjutnya menjadi ilham dalam kehidupan kita. Untuk itu membaca, mengamati dan memahami kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah salah satu yang utama dan merupakan karya iIahi dari sekian banyak karya seni yang dapat dijadikan pedoman positif kehidupan kita.
B.Permasalahan
Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, maka akan dibahas masalah pokok yaitu Bagaimana sesungguhnya substansi dari Qashash Al-Qur’an. Dan untuk memudahkan pembahasan, maka masalah pokok itu diuraikan menjadi beberapa sub masalah untuk bisa mengantar kita memahami Qashash Al-Qur’an diantaranya:
Apa sesungguhnya pengertian Qashash Al-Qur’an itu?.
Bagaimana membedakan jenis – jenis dari Qashash Al-Qur’an?.
Bagaimana Tujuan memahami Qashash Al-Qur’an?
Apa Faedah mempelajari Qashash Al-Qur’an?.
Apa Hikmah dari pengulangan Qashash Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Qashash (Kisah)
Kata qashash (قصص) adalah bentuk jamak dari kata qishshah ( قصة). Kata itu berasal dari katakerja qashsha - yaqushshu ( قص-يقص). Kata qashash dan kata lain yangseakardengannya, di dalam Al-Qur’antersebutsebanyak30 kali.[2]
Kisah berasal dari kata al-qshashu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Seperti contoh, “qashashtu atsarahu” artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qashash adalah bentuk masdar. Seperti dalam firman Allah Q.S.Al-Kahfi (18): 64 yang berbunyi:
Sesungguhnyapada berita mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
berakal.
Hasbi Ash Shiddieqy menyatakan bahwa pengertian dari Qashash adalah mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan bahwa lafadz qashash adalah bentuk masdar yang berarti mencari bekasan atau jejak, dengan memperhatikan ayat-ayat berikut ini:
“ lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula ”. (QS. Al-Kahfi: 64)
“ Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah yang maha perkasa lagi maha bijaksana”. (QS Ali Imran: 62).
“ Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf: 111). [5]
Sedangkan menurut Manna al-Qattan Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa – bangsa, keadaan negeri - negeri dan
peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.[6]
Dari berbagai pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa secara global pengertian dari Qashash Al-Qur’an adalah pemberitahuan Qur’an tentang kisah umat yang telah lalu, kisah-kisa nabi, yang memuat berbagai peristiwa yang telah terjadi. Di samping itu Qur’an juga memuat segala sesuatu sebagai petunjuk bagi ummat manusia.
2.Jenis – Jenis Qashash Al-Qur’an
a.Dilihat dari Sudut Pandang Pelaku dan Peristiwa yang Mengikutinya
Dilihat dari sudut pandang peristiwa, maka sangat mungkinlah jika selalu berkaitan dengan para pelaku peristiwa itu sendiri. Dalam hal ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu:[7]
1.Kisah Para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap-sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Musa Harun, Muhammad dan nabi-nabi serta rasul-rasul lainnya.
2.Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampong halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain, orang-orang yang menangkap ikan pada hari Sabtu, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil (pasukan gajah) dan lain sebagainya.
3.Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali ‘Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surah At-Taubah, perang Ahzab dalah surat Al-Azhab, hijrah, Isra-Mi’raj dan lain-lain.
b.Dilihat dari Panjang Pendeknya Kisah
Dilihat dari panjang pendeknya kisah Al-Qur’an, dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu:
1.Kisah Panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf (12) yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan. Contoh lainnya adalah kisah Nabi Musa dalam surah al-Qashash (28), kisah Nabi Nuh dan kaumnya dalam surah Nuh (71), dan lain-lain.
2.Kisah yang lebih pendek dari bagian pertama (sedang), seperti kisah Maryam dalam surah Maryam (19), kisah Ashab al-kahfi pada surah Al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam dalam surah Al-Baqarah (2) dan surah Thoha (20) yang terdiri atas sepuluh atau belasan ayat saja.
3.Kisah Pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surah Al-A’raf (7), kisah Nabi Shalih dalam surat Hud (110), dan lain sebagainya.
C. Ditinjau dari segi waktu, antara lain:
Gaib pada masa lalu; dikatakan masa lalu karena kisah-kisah tersebut merupakan hal gaib yang terjadi pada masa lampau, dan disadari atau tidak kita tidak menyaksikan peristiwa tersebut, tidak mendengarkan juga tidak mengalaminya sendiri. Contoh-contoh dari kisah ini adalah:
Kisah tentang dialog malaikat dengan tuhannya mengenai penciptaan kholifah di bumi, sebabagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 30-34
Kisah tentang penciptaan alam semesta, sebagaimana diceritakan dalam QS. Al-Furqon: 59 dan QS. Qaf: 38.
Kisah tentang penciptaan nabi Adam AS dan kehidupannya ketika d surga, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-A'raf: 7
Gaib pada masa kini; dalam artian bahwa kisah tersebut terjadi pada masa sekarang, namun kita tidak dapat melihatnya di bumi ini. Contoh-contoh dari kisah ini adalah;
Kisah tentang turunnya Malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar, seperti disebutkan dalam QS. Al-Qadar: 1-5
Kisah tentang kehidupan makhluq-mahkluq gaib seperti setan, jin, Iblis, seperti tercantum dalam QS. Al-A'raf: 13-14.
Gaib pada masa depan; dengan penjelasan bahwa semua akan terjadi pada masa depan ( di akhir zaman), Contoh-contoh dari kisah ini adalah;
Kisah tentang akan datangnya hari kiamat, seperti tercamtu dalam QS. Qori'ah, Al-Zalzalah.
Kisah Abu Lahab kelak di akhirat, seperti terdapat pada QS. Al-Lahab.
Kisah tentang surga dan neraka orang-orang di dalamnya, seperti dijelaskan dalam QS. Al-Ghosiyah dan surat-surat yang lain .
3.Tujuan Qashash Al-Qur’an
Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti yang kuat bagi umat manusia bahwa al-Qur’an sangat sesuai dengan kondisi mereka. Karena sejak kecil sampai dewasa dan tua bangka tak ada orang yang tak sukapada kisah, apalagi bila kisah itu mempunyai tujuan ganda, yakni sebagai pelajaran dan pendidikan, juga berfungsi sebagai hiburan. al-Qur’an sebagai kitab hidayah mencakup kedua aspek itu; bahkan disamping tujuan yang mulia itu, kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang sangat indah dan menarik, sehingga tidak ada orang yang bosan mendengar dan membacanya. Sejak dulu sampai sekarang telah berlalu lebih dari empat belas abad, kisah-kisah al-Qur’an yang diungkapkan dalam bahasa Arab itu masih up to date, mendapat tempat dan hidup di hati ummat; padahal bahasa-bahasa lain sudah banyak yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti bahasa Ibrani, Latin, dan lain-lain.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan keagamaan.[8] Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada, maka tujuan-tujuan tersebut dirinci sebagai berikut:
Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan. Dalam al-Qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya dalam Q.S. Yusuf (12): 2-3 dan Q.S. Al- Qashash (28): 3. sebelum mengutarakan cerita nabi Musa lebih dahulu al-Qur’an menegaskan, “Kami membacakan kepadamu sebagian dari cerita Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk kau yang beriman”. Dalam Q.S. Ali Imran (3): 44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan, itulah berita yang ghaib, yang kami wahyukan kepadamu.
Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa nabi Nuh sampai dengan nabi Muhammad saw; bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu ummat; bahwa Allah yang maha Esa adalah Tuhan bagi senuanya”. (Q.S. Al-Anbiyaa’ (21): 51 – 92 .
Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh Nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa. (Q.S. Hud).
Menerangkan dasar yang sama antara agama yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw, dengan agama Nabi Ibrahim, secara khusus dengan agama-agama bangsa Israel pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan itu lebih erat daripada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa.[9]
4.Faedah Mempelajari Qashash Al-Qur’an
a.Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh para Nabi: “Dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian Aku”. (Al-Anbiya (21): 25).
b.Meneguhkan hati Rasulullah dan hati ummat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebathilan dan para pembelanya.
c.Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya.
d.Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi.
e.Menyibak kebohongan para ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang mereka sebelum kitab itu diubahnya. As-Syeikh Muhammad Abduh (Pelopor visi dan paradigma rasional (kompromi antara Islam dengan peradaban barat) berpendapat bahwa tidak perlu memadukan antara cerita-cerita yang ada dalam Al-Qur’an dengan isi kitab bani Israil atau kitab-kitab sejarah kuno. Menurutnya Al-Qur’an bukanlah catatan sejarah, juga bukan kisah/dongeng akan tetapi merupakan petunjuk dan peringatan sehingga hal-hal yang diungkapkan dalam Al-Qur’an diharapkan menjadi pelajaran dan menjelaskan sunnah-sunnah kemasyarakatan.[10]
f.Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah: Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf (12): 111).[11]
Melihat manfaat yang ada, tentunya kita dapat memahami bahwasanya kisah yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang arti pentingnya pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran.
5.Hikmah Pengulangan Qashash Al-Qur’an
Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa pwnyajian kisah-kisah dalam al-qur’an begitu rupa mengandung beberapa hikmah,[12] yaitu:
1.Menjelaskan ke-balagah-an al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Sebab di antara keistimewaan balagah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenanya, bahkan dapat menambah kedalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan disaat membacanya ditempat lain.
2.Menunjukkan kehebatan mukjizat al-Qur’an. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam bentuk susunan kalimat di mana salah satu bentukpun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah.
3.Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena penulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya perhatian.
4.Perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dari makna-maknanya diterangkan di suatu tempat karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya dikemukakan di tempat lain sesuai dengan tuntutan keadaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dariuraian di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Qashash al-Qur’an adalah pemberitahuan Qur’an tentang kisah umat yang telah lalu, kisah-kisa nabi, yang memuat berbagai peristiwa yang telah terjadi. Di samping itu Qur’an juga memuat segala sesuatu sebagai petunjuk bagi ummat manusia.
Kita wajib percaya bahwasanya kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan bagian sejarah ummat manusia yang diungkapkan oleh Allah Swt berupa kisah-kisah dan cerita-cerita yang mengisahkan para Nabi dan Rasul, peristiwa para ummat terdahulu, dan kehidupan Muhammad SAW serta kehidupan yang semasa dengan beliau.
Kita Juga harus percaya bahwa kisah-kisah dalam al_Qur’an itu dikemukakan bukan sekadar untuk menambah pengetahuan yang dapat dibuktikan dengan berbagai temuan ilmiah yang ada, karena jauh dari semuanya maksud dari cerita dalam al-Qur’an adalah menuntun manusia agar mengambil pelajaran dalam kisah-kisah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah, Shalah al-Khalidy, Ma’a Qashashis Saabiqiina fil Qur’an diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo, Lc., MBA., MSc. Kisah-Kisah Al-Quran (Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu) Jilid I (Cet. III; Jakarta: Gema Insani Press, 2000)
Abdussalam, Abdul Majid Al Muhtasib. Ittijaahaat at-Tafsir Fi al-Ashri ar-Rahin diterjemahkan oleh Moh. Maghfur Wachid dengan judul Visi dan Paradigma Tafsir Aquran Kontemporer . Bangil: Al Izzah, 1997.
Anwar, Rosihan. Ilmu Tafsir. (Cet. III; Bandung: Pustaka Setia, 2006)
Ash Shiddieqy, M. Hasbi . Ilmu-ilmu al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1972
Baidan, Nasharuddin., Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
Nasser, Sayyed Hossein., The Hearth of Islam: Pesan-pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, (Cet. I; Bandung: Mizan, 2003)
Qattan, Manna Khalil al-., Mabahis fi Ulum al-Qur’an, (Mansyurat al-Asi al-Haidis, 1973)
Qutb, Sayyid., Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, terjemah Chadijah Nasution, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981)
Syaikh Manna’Al-Qaththan. Mabahis fi Ulum al-Quran diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006)
Tim Penyusun Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan. Ensiklopedia Al-Quran: Kajian Kosakata (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-III (Cet. II ed. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Daftar Pertanyaan
1.Kenapa qisah dalam al-Qur’an tidak menunjukkan keteraturan dan kedetailan?
2.Yang mana saja yang termasuk qisah pembangkangan dalam al qur’an?
3.Apa bedanya Qisah dengan sejarah?
4.Kenapa dalam al qur’an juga menceritakan qisah-qisah yang jelek? Bukankah itu bagian dari menceritakan aib seseorang?
5.Apa tujuannya pemberitaan tentang yang gaib di masa akan dating diberitahukan al qur’an?
6.Apakah hal-hal yang gaib pada masa kini dapat ditelusuri dengan perkembangan teknologi?
7.Dapatkah qisah dijadikan dasar penetapan hokum?
[1] Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Ma’a Qashashis Saabiqiina fil Qur’an diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo, Lc., MBA., MSc. Kisah-Kisah Al-Quran (Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu) Jilid I (Cet. III; Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 21.
[2]Tim Penyusun Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan. Ensiklopedia Al-Quran: Kajian Kosakata (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 765.
[3] Manna Khalil al-Qaththan, Mabahis fi Ulum al-Quran (Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973), h. 305.
[4] Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-III (Cet. II ed. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 572.
[5] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1972).
[6] Syaikh Manna’Al-Qaththan. Mabahis fi Ulum al-Quran diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). h. 387.
[7]Ibid., h. 387 – 388.
[8]Sayyib Qutub, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadijah Nasution, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), h. 138
[10] Dr. Abdul Majid Abdussalam Al Muhtasib. Ittijaahaat at-Tafsir Fi al-Ashri ar-Rahin diterjemahkan oleh Moh. Maghfur Wachid dengan judul Visi dan Paradigma Tafsir Aquran Kontemporer (Cet. I; Bangil: Al Izzah, 1997) h. 133 – 134.